Kosmologi Batak: Alam Roh dan Agama Kepercayaan

KOSMOLOGI BATAK

Alam Roh dan Agama Kepercayaan

Oleh: Maridup Hutauruk

 

 Tiga alam kosmis yang diyakini oleh Bangsa Batak sebagai dasar dan tujuan akhir dari suatu kehidupan, yaitu: Banua Ginjang (Alam Atas), Banua Tonga (Alam Tengah), Banua Toru (Alam Bawah). Ketiga alam kosmis ini memiliki simbol-simbol yang mempengaruhi kehidupan manusia baik secara badaniah maupun secara rohaniah.

Difahami bahwa kehidupan ini tidak hanya mengandalkan kemampuan fisik dan pemikiran otak tetapi ada suatu kekuatan supranatural yang kasat mata dipercaya turut menguasai kehidupan manusia, itulah disebut hahomion (kemisterian) yang difahami sebagai wujud dari kekuasaan roh, dan masyarakat Bangsa Batak menilainya dengan Roha.

Di banyak literatur terutama setelah Bangsa Batak bersentuhan dengan pendatang dari Eropah telah membuat pencitraan tentang Kepercayaan Bangsa Batak sebagai penganut SipeleBegu, Penyembah Berhala, Penyembah Roh Leluhur, dan hingga saat ini pencitraan itulah yang diketahui oleh kalangan orang Batak sendiri bahwa leluhur mereka adalah penganut SipeleBegu

Pencitraan ini pada awalnya hanyalah berupa asumsi setelah para pendatang menyaksikannya hanya sebatas bertemu pandang atau sebatas mendengar penuturan para saudagar pedagang komoditi utama, yang pada masa itu memanglah harus dirahasiakan keberadaannya, lokasinya, dan siapa produsennya. Jadi pada awal berkembangnya pandangan ini, pada dasarnya belum ada unsur pembuktian bahwa para penulis risalah ini sudah melakukan kontak yang intens untuk tujuan penulisan yang berbasis data keilmuan.

Sejalan dengan kontak yang lebih intens dengan para pedagang Bangsa Eropah maka ada masa dimana eksistensi Bangsa Batak menjadi objek pendataan yang berbasis kepada keilmuan, yang dilakukan dengan suatu ekspedisi, ataupun tujuan khusus untuk pendataan semua aspek kehidupan masyarakat Bangsa Batak.

Dari hasil-hasil kajian Bangsa Eropah ini, banyak hal yang membingungkan mereka tentang praktek-praktek pemujaan roh oleh masyarakat Bangsa Batak pada masa itu. Ternyata banyak pandangan yang keliru sebagaimana diasumsikan jauh sebelumnya. Banyak ketertarikan mereka tentang konsep ketuhanan yang dianut oleh Bangsa Batak, Unik!

Disatu sisi dianggap ada melakukan pemujaan terhadap roh-roh leluhur, termasuk pemujaan kepada kuasa supranatural terhadap dewa-dewa penguasa alam, tetapi dilain pihak ada keyakinan yang berazaskan pemujaan kepada satu oknum tunggal sebagai pencipta Alam Raya Semesta yang disebut Mulajadi Nabolon (monotheisme).

Bentuk konsep inilah yang memicu mereka untuk datang dan mengirimkan evangelisasi keagamaan dan sejalan dengan eksistensi mereka yang ingin menguasai perdagangan komoditi spesifik yang ada di Tanah Batak.

Agama bolehlah didefinisikan sebagai konsep pemujaan kepada suatu kuasa yang maha besar diluar kemampuan diri manusia sehingga manusia melakukan penghambaan terhadap kekuasaan itu. Apabila ritual pemujaan ini sudah dilakukan oleh pemujanya secara komunitas dengan pola yang seragam dan terikat berkesinambungan sepanjang waktu, itulah yang disebut agama.

Masyarakat Bangsa Batak secara tradisional sudah mengenal suatu Keyakinan dan Kepercayaan yang terkonsep kepada Yang Maha Kuasa Sipencipta Alam Raya Semesta yang dinamai Mulajadi Nabolon (Monotheisme). Tetapi mengapa konsep pemujaan terhadap Roh Leluhur (SipeleBegu) yang utama dimunculkan oleh para penyiar agama Samawi?

Penyebaran ajaran suatu agama, dalam sejarahnya selalu berkaitan dengan kepentingan politik dan penguasa. Ajaran agama yang awalnya mengutamakan manusia dan alam sebagai satu-kesatuan dibawah kuasa pencipta, secara gradual beralih kepada konsep manusia sebagai pelaku utama dengan nilai hirarki tertinggi, dan alam serta mahluk ciptaan lainnya diklasifikasikan jauh pada posisi terendah.

Akibat memposisikan hirarki manusia menjadi yang tertinggi dan ciptaan lainnya menjadi terendah, maka muncullah figur-figur dalam ajaran agama yang menjadi didewakan dan bahkan dipertuhankan. Maka terciptalah agama-agama yang bersifat ekspansif yang memunculkan ajarannya sebagai kebenaran tunggal dengan fokus ajaran kepada manusianya, dan meninggalkan alam dan lingkungan hidup komunitas  diterbelakangkan.

Eksistensi ajaran keagamaan Samawi yang sebelumnya tidak dikenal oleh Masyarakat Bangsa Batak, secara lambat laun dan pasti merasuki kehidupannya, terbonceng oleh dominasi kekuasaan penjajahan. Polarisasi kekuasaan dari luar Batak sudah sedemikian kuatnya menguasai sendi-sendi kehidupan masyarakat Bangsa Batak sehingga agama leluhur, kultur budaya dan tatanan kehidupan Bangsa Batak yang selama ratusan dan bahkan ribuan tahun merupakan suatu kearifan untuk menata kehidupannya, sejalan dengan perjalanan waktu turut hilang, dihilangkan, dan bahkan sudah menuju kepunahannya.

 

Mulajadi Nabolon

Konsep ketuhanan Bangsa Batak purba merupakan sebuah gagasan berpikir yang memunculkan sosok Mulajadi Nabolon sebagai sumber anutan kepercayaan dan adat istiadat yang dijalankan oleh masyarakat Bangsa Batak secara patuh dengan segala konsekuensi perjalanan kehidupannya.

Mulajadi Nabolon dipercaya sebagai sosok yang mengawali segala sesuatu yang ada di jagad raya, layak dipuja-sembah sebagai pemilik tunggal apa saja yang mampu terekam oleh indra tubuh. Pemujaan kepada Mulajadi Nabolon hanya dapat dilakukan melalui perantara Datu (seorang ahli keagamaan yang berkemampuan berhubungan dengan tuhan dan roh-roh). Pemujaan kepada Mulajadi Nabolon dilakukan secara massal oleh Komunitas Bangsa Batak dengan ritual persembahan tertinggi, termasuk kurban manusia dan hewan ternak terbaik.

Ritual semacam ini sebenarnya bukanlah hal yang aneh bagi perkembangan peradaban purba, bahkan banyak bangsa-bangsa yang melakukan persembahan demikian. Tercatat dalam sejarah bahwa suku-suku Indian di benua Amerika melakukan ritual persembahan demikian, bahkan peradaban di kawasan Timur Tengah seperti cerita Ibrahim (Abraham, Avraham, Avruhom) yang mengorbankan anaknya sebagai kurban tertinggi kepada tuhannya, masih dianggap sah dan wajar saja. Mengapa pula persembahan dan pemujaan kepada Mulajadi Nabolon menjadi sesuatu yang bersifat iblis dan tuhan bangsa lain menjadi tuhan yang sebenarnya?

Ada pendapat dari kaum agama Samawi yang menyebutkan bahwa Mulajadi Nabolon adalah wujud dari Iblis dan tuduhan ini menempatkan Bangsa Batak menjadi tertuduh sebagai Pemuja Iblis. Mengapa ada penilaian yang bersifat dualisme (double standard) dalam menilai anutan sebuah bangsa, menandakan bahwa sebuah ajaran menjadikannya hanya sebagai faham ekslusif dan tidak layak menjadikannya sebagai anutan universal?

Konsep pemikiran ajaran Agama Mulajadi tidak ada yang memberikan pemahaman tetang peperangan atau persaingan diantara dewa-dewa penguasa langit, melainkan Hak Penguasaan oleh para dewa mutlak berorientasi kepada pengawasan perilaku manusia sebagai pewaris bumi. Oleh karena itu gagasan pemikiran Bangsa Batak tentang dewa-dewa penguasa langit dalam wujud penyembahannya bukanlah untuk berusaha membinasakan pemahaman dari tindakan dewa yang tidak disukai, dan sebab akibat adalah wujud dari kepasrahan untuk menerima konsekwensi.

Konsep pemikiran yang demikian tertanam dihati sanubari terdalam, menjadi genetika Bangsa Batak untuk bersikap menyatu dan memiliki alam lingkungan dimana langit dijunjung dan dimana kaki berpijak adalah sebagai sesuatu milik Pencipta Alam Semesta Mulajadi Nabolon.

Dalam perjalanan peradaban Bangsa Batak dengan anutan Agama Mulajadi, tidak pernah tercatat dalam sejarah sebagai bangsa yang bersifat ekspansif, malah merasa lebih arif untuk tidak bereaksi dengan segala pencitraan negatif terhadap dirinya, kecuali yang berkaitan dengan harkat hidup dan tatanan kemasyarakatannya terganggu.

Debata (Dewata)

Pada era sebelum tahun 1960-an, orang Batak melafalkan silabel wa dengan ba, dalam tulisan beraksara latin. Sebagai contoh kata Jahowa (Allah) menjadi Jahoba, demikian pula Dewata menjadi Debata yang diartikan sebagai Tuhan.

Debata kemungkinan berasal dari ajaran Agama Hindu yang menyebutnya dengan kata Devata (Sanskerta) dan diartikan sebagai dewa, juga berasal dari kata Deva (laki-laki), Devi (perempuan). Walau demikian, banyak juga kosa kata ini yang mirip-mirip berasal dari kepercayaan bangsa-bangsa purba seperti Indo-Iranian menyebutnya Dev, Deiwos (Proto-Indo-Europe), Deus-Divus (Latin), Dievas (Lituania), Dievs (Latvia), Deiwas (Prisia), Divine-Deity (English), Dieu (Prancis), Deus (Portugis), Dios (Spanyol), Dio (Italia), Dias (Junani).

Boleh jadi interaksi Bangsa Batak dengan Hindu terjadi pada masa Rajendra Chola dari Kerajaan Cola (India Selatan) mercokol di Tanah Batak di awal millennia ke-2. Dicatatkan dalam sejarah bahwa pasukan Chola bermukim di Tanah Batak untuk rencana penyerangan pertama ke Sriwijaya di tahun 1025 Masehi. Tetapi melihat hubungan perdagangan komoditi dari Tanah Batak sudah berlangsung jauh sebelumnya dengan para pedagang Parsi, Arab dan lainnya, jauh sebelum bermukimnya tentara Chola, maka boleh jadi pengaruh ini datang dari Parsi.

Gagasan pemikiran adanya Debata bagi Bangsa Batak menyangkut kepada tiga kekuasaan yang menjadi satu kesatuan dalam mengatur tatanan kehidupan manusia yang disebut Debata Natolu, yang diartikan sebagai tiga sosok Dewa Penguasa dan masing-masing dewa mempunyai fungsi yang berbeda, satu tujuan yang sama, yaitu untuk kehidupan manusia.

Ketiga Debata yang dimaksudkan adalah Debata Batara Guru, Debata Soripada, Debata Mangala Bulan.  Ketiga dewa ini bersinggasana di langit, dimana Debata Batara Guru bersinggasana di Banua Ginjang, Debata Soripada di Banua Tonga, Debata Mangala Bulan di Banua Toru. Ketiga dewa Debata Natolu diciptakan oleh Mulajadi Nabolon melalui proses kelahiran oleh Debata Asiasi.

Debata Batara Guru dipuja dan disembah oleh manusia atas segala kehidupan manusia yang bersifat spiritual, ritual agama, adat istiadat, hubungan kekerabatan. Debata Soripada dipuja dan disembah manusia atas segala kehidupan manusia yang bersiafat duniawi, pengetahuan, perdagangan, keahlian, dan segala pergulatan kehidupan dunia. Debata Mangala Bulan dipuja dan disembah oleh manusia atas segala kehidupan manusia yang bersifat penderitaan, bencana, penyakit, nasib buruk, kematian.

Ada dewa lainnya yang bersinggasana di Langit yang disebut Debata Asiasi, adalah satu sosok dewa yang memiliki tiga wujud dan tiga fungsi. Debata Asiasi bersinggasana di langit dimana Mulajadi Nabolon bersinggasana dan fungsinya sebagai wakil dari Mulajadi Nabolon untuk melakukan penciptaan di Kerajaan Langit. Debata Asiasi digambarkan berbentuk burung sakti dengan tiga wujud yaitu Manuk Patiaraja, Manuk Hulambujati, Manuk Simandoang. 

Dari tiga wujud ini memiliki tiga fungsi dan masing-masing fungsi adalah Manuk Patiaraja melahirkan dewa Penguasa Tiga Alam yang disebut tadi Debata Natolu. Manuk Hulambujati melahirkan tiga dewi yang masing-masing bernama Siboru Portibulan, Siboru Malimbim, Siboru Anggarana yang menjadi istri dari Debata Natolu secara berurutan. Fungsi ketiga dari Debata Asiasi dalam wujud Manuk Simandoang adalah memberikan roh kehidupan pada setiap kelahiran anak manusia.

Ada juga dewa dewi lain yang bersinggasana di langit yang bertugas untuk melayani kegiatan Mulajadi Nabolon dalam penciptaan Alrase dan menjaga kehidupan manusia. Dewa ini bernama Leangleangmandi sebagai Malaikat pembawa pesan antara manusia kepada dewa-dewa di Langit dan kepada Mulajadi Nabolon. Dewa Leangleangmandi dipuja dan disembah agar dengan senang hati mau menyampaikan pesan melalui tonggotonggo (doa) kepada dewa-dewa di Langit maupun kepada Mulajadi Nabolon.

Gagasan berpikir Bangsa Batak tidak hanya berhenti pada bentuk pemujaan kepada Pencipta Alrase Mulajadi Nabolon dan para Dewa-dewi, tetapi alam pikiran mereka berkembang untuk menghormati termasuk takut akan roh-roh yang berasal dari roh kehidupan manusia. Dalam praktek kehidupan masyarakat Bangsa Batak ada melakukan pemujaan kepada Mulajadi Nabolon, Debata, tetapi tidak semua wujud roh dilakukan pemujaan.

Berikut adalah Alam Roh yang dikenal ada pada manusia:

Tondi (Roh Kehidupan)

Sejak penciptaan manusia melalui kelahirannya di bumi oleh pasangan Dewa-dewi dari Langit, manusia berhak untuk memiliki Tondi (Roh Kehidupan). Ada tujuh belas roh dalam Tondi seseorang, yang dipersiapkan oleh Mulajadi Nabolon kepada manusia, dan ke tujuh belas roh tersebut telah disematkan kepada manusia pertama.

Namun pada kelahiran manusia berikutnya setelah generasi bergenerasi sampai sekarang ini, belum tentu ke tujuh belas roh kehidupan itu dimiliki oleh seseorang. Apabila tujuh belas roh kehidupan yang berhak dimiliki oleh manusia ada bersemayam pada diri seseorang maka itulah pencapaian tertinggi dari seseorang yang hidup di dunia dan dia dapat disebut menjadi manusia setengah dewa.

NO Nama Roh Penempatan NO Nama Roh Penempatan

1

Tuan Dirante Bosi ubun-ubun

10

Sidari Mardumpang bibir

2

Sirambo Naumpung rambut

11

Singalu Ihataran gigi

3

Siataran Nabolak wajah

12

Raja Alim dada

4

Tuan Silinong-linong mata

13

Si Aji Runggu-runggu jantung

5

Tuan Dibatu Holing telinga

14

Si Aji Humik hati

6

Tuan Dibatu Juguk hidung

15

Raja-Kuat pusar

7

Sirobur Sirom-sirom tenggorok

15

Sidari Mangambat langkah

8

Raja Aksara kening

17

Si Aji Porjat telapak kaki

9

Raja Muda otak

Roh Kehidupan bersemayam dalam tubuh manusia dan hidup bersamasama dalam kehidupan manusia seutuhnya. Apabila tujuh belas roh yang bersemayam dalam tubuh manusia dapat bersinergi secara bersama-sama maka manusia itu akan disebut sempurnah dan menjadi manusia setengah dewa yang memiliki Hikmat, Bijaksana, sehat jasmani dan rohani.

Masyarakat Bangsa Batak meyakini bahwa setiap manusia memiliki tubuh dan Tondi yang selalu hidup berbarengan dikehidupannya. Tondi nya dapat diajak berkomunikasi oleh dirinya dalam bentuk insting, kata hati, dan bahkan melalui pengartian sebuah mimpi. Diyakini pula bahwa di dalam keadaan tidur, Tondi dapat berkeliaran keluar dari tubuh dan melanglang buana kemana disukainya. Oleh karena itu masyarakat Bangsa Batak berupaya agar tubuhnya tetap disenangi oleh Tondi -nya sebagai tempatnya besemayam. Pemeliharaan Tondi ini selalu dilakukan dengan pola hidup dengan percaya diri tinggi dan mempersipkan diri secara dinamis (mar-roha).

Pencapaian hidup sempurnah inilah yang menjadi cita-cita manusia Batak. Namun kenyataannya kesempurnahan jasmani dan rohani yang penuh hikmat dan kebijaksanaan ini sungguh sulit dicapai dalam kehidupan manusia. Pada kehidupan masyarakat Bangsa Batak dahulu, kesempurnahan kehidupan seperti ini, diterjemahkan dalam keberadaan hidup yang sudah memiliki banyak keturunan, memiliki harta, sangat dihargai dan menjadi panutan orang sekitarnya, dan biasanya menjadi raja na nimiahan (raja yang dipuja puji orang sekitarnya).

Ada kalanya ketika seseorang mengalami sakit fisik, mengalami musibah, dianggap roh (Tondi) nya keluar dari tubuhnya sehingga apabila rohnya ini tidak dikembalikan ke dalam tubuhnya boleh jadi berakibat kepada kematian yang belum ajal. Kematian yang seperti ini dianggap tidak wajar dan rohnya tidak akan menempati tempat yang layak di Langit dimana dipercaya sebagai tingkatan (tujuh tingkatan) arwah bersemayam setelah kematian.

Untuk mengatasi hal yang demikian maka akan diadakan ritual pengembalian roh dengan membuat acara makan fisik dan makanan sesembahan (sipir ni tondi) sebagai simbolisasi pemberian kepada penguasa Langit dan Bumi. Pelaksanaannya dapat dilakukan oleh keluarga terdekat dan untuk hal yang lebih serius biasanya mengikutsertakan Datu atau Sibaso (orang pintar yang berkemampuan untuk berhugungan dengan roh) sebagai media pengarah roh untuk kembali kepada tubuh pemiliknya.

Apabila seseorang  sempurnah setengah dewa yang disebutkan sebelumnya menemui ajalnya meninggal dunia, maka kematiannya dirayakan layaknya pesta besar berharihari lamanya sambil bernyanyi dan menari mengelilingi mayat yang disemayamkan itu. Beberapa kerbau disembelih untuk penganan dan tidak boleh ada kekurangan makan bagi yang menghadiri pelayatan.

Semua orang harus merasa senang dan gembira atas kematian itu sebagai wujud pengucapan terimakasih kepada Mulajadi Nabolon karena ditengah-tengah mereka ada yang mencapai tingkat kehidupan demikian semasa hidupnya. Ada pembagian hak raja-raja dalam bentuk bagian-bagian dari daging kerbau yang disembelih (jambar). Mayat yang kemudian dikebumikan ditempat tertinggi di kawasan kampung biasanya di gunung milik ulayat marga dan menjadi lokasi keramat yang disebut Sombaon. Dalam praktek kehidupan masyarakat Bangsa Batak tidak melakukan pemujaan kepada Tondi (jiwa orang hidup).

Sombaon (Penghuni dan Tempat Keramat)

Setiap marga-marga pada Bangsa Batak ada memiliki tempat-tempat keramat yang umumnya berlokasi disekitar perkampungannya, tetapi tidak semua kelompok marga memiliki tempat keramat yang disebut Sombaon. Tempat tempat keramat yang dimaksudkan ada yang ditakuti dan ada pula yang memang diperlukan.

Tempat tempat keramat yang yang ditakuti biasanya tempat angker yang diyakini dihuni oleh berbagai roh-roh jahat yang bergentayangan disebut Begu. Biasanya tempat-tempat seperti ini berada di tengah hutan, di hulu sungai, di pohon besar yang berkesan angker. Sementara tempat keramat yang sengaja dipersiapkan memang diperlukan untuk komunitas masyarakat yang ada di setiap perkampungan, seperti sumber air bersih untuk kebutuhan minum disebut Homban.

Tempat-tempat keramat yang memang sengaja dipersiapkan harus dilakukan dengan sebuah acara ritual dan melakukan tonggo-tonggo kepada Mulajadi Nabolon dan dewa-dewa penguasa Langit dan bumi, dengan harapan bahwa tempat tersebut menjadi media pembawa berkat, kesehatan, rejeki bagi penghuni kampung.

Sebagai contoh: untuk menentukan tempat keramat seperti Homban (sumber air bersih), maka disediakan makanan berupa lepat dari beras (lampet), itak gurgur (dari tepung beras), telur, daun sirih. Daun sirih (berjumlah ganjil) diletakkan diatas nampan atau piring, lalu diatasnya diletakkan telur dan itak gurgur. Sementara lampet untuk dimakan bersama oleh yang mengadakan ritual. Tetua kampung mengangkat sesajen diatas kepala dengan dua tangan lalu memanjatkan doa (tonggo-tonggo) kepada Mulajadi Nabolon dan dewa-dewa penguasa Langit dan Bumi. Selesai Tonggo-tonggo lalu itak gurgur dipercikkan disekeliling sumber air dan sisa sesajen diletakkan ditempat terbaik disekitar homban. Lalu mereka makan lampet bersama.

Simbol-simbol sesajen seperti daun sirih melambangkan akan ada kehidupan yang bertumbuh dan makmur. Itak gurgur sebagai simbol rejeki dari hasil kerja perladangan/sawah berlimpah ruah. Telur melambangkan bahwa penghuni mendapat kelahiran keturunan yang berkesinambungan. Maka diyakini bahwa sumber air bersih itu akan membawa kesehatan tubuh penghuni kampung dan akan tetap mengalir untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sekitar. Tempat yang dianggap keramat ini secara sadar akan selalu dijaga kebersihannya baik perorangan maupun bersamasama.

Dalam hal Sombaon yang sudah dipaparkan awal terjadinya, maka secara bergenerasi turun temurun, bahwa Sombaon adalah tempat bersemayamnya roh leluhur yang penuh Hikmat dan bijaksana. Tentu saja roh Sombaon tidak ditakuti oleh para keturunannya dan mereka pada saat-saat tertentu memberikan sesembahan sambil berdoa agar Sombaon melindungi keturunannya menuju hal-hal yang baik dalam keturunannya.

Masyarakat Bangsa Batak meyakini bahwa Tondi setiap orang tidak pernah mati, hanya keberadaannya yang tidak sama. Semasih hidup Tondi berda di dalam tubuh yang hidup, sementara setelah kematian Tondi tetap hidup sesuai takdirnya dimana ada yang bersemayam di Langit ke tujuh (terakhir) sampai kepada Langit ke satu, dimana tempat para dewa bersemayam.

Tondi dari junjungan leluhur yang hidup sebagai Sombaon diyakini dapat berhubungan dengan keturunannya dalam kondisi spiritual. Pemujaan secara pribadi dapat dilakukan oleh orang per orang dari keturunannya, tetapi untuk hal-hal besar dapat juga dilakukan melalui perhelatan besar. Biasanya perhelatan besar ini dilakukan apabila dalam kehidupan keturunannya mengalami banyak musibah, gagal panen, wabah, musim kering berkepanjangan dan hal-hal buruk yang bersifat missal dan berkesinambungan.

Dalam prakteknya biasanya dipersiapkan dalam suatu perencanaan secara matang yang melibatkan tetua-tetua marga secara bersamasama. Sesajen diambil dari bahan yang lazim ditambah dengan sesembahan makanan yang disukai selama hidupnya. Dalam perhelatan besar ini seorang media yang disebut Datu diikutsertakan untuk pemanggilan roh, kalau ada dari tingkat keturunan atau boleh juga dari luar clan utama.

Penyembelihan hewan ternak sampai ke jenis kerbau dilakukan, disamping untuk kebutuhan penganan peserta acara juga sebagai simbolisasi ucapan syukur kepada Mulajadi Nabolon bahwa mereka masih mampu melakukan acara ritual untuk penghormatan kepada leluhur mereka.

Pada saat acara berlangsung, para peserta acara berpakaian adat lengkap dengan ulos, perangkat gendang (gondang) ditabuh, tarian ritual (tortor) dihentakkan, gerakan-gerakan monoton mengikuti beat monoton dari gendang membawa alam pikiran mereka fokus kepada kehadiran roh leluhur. Mediator Datu melakukan gerakan-gerakan yang tak lazim (biasanya diluar kemampuan manusia normal).

Pada saat Datu sudah mengalami trance (kesurupan) menandakan ada arwah yang masuk ke dalam tubuhnya. Biasanya wajahnya mengalami perubahan bentuk, suaranya berubah, dan perubahan ini umumnya diketahu oleh generasi keturunan dari roh yang datang tersebut.

Tidak selamanya sang Datu yang mengalami trance tetapi dari pihak keturunan boleh jadi yang terpilih sebagai tempat merasuknya (songgop, sorop) roh tersebut. Pihak keturunan yang menyaksikan keadaan seseorang mengalami trance akan menguji roh (arwah) siapa yang sedang merasuk itu, untuk memastikan bahwa leluhur mereka (Sombaon) yang sedang berkunjung kepada mereka, dan bukan dari arwah yang bergentayangan.

Pengujian dilakukan dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan spesifik yang secara umum tidak diketahui bila arwah orang lain yang datang. Setelah dipastikan bahwa arwah yang berkunjung adalah dari leluhur mereka (Sombaon) maka pihak keturunan melakukan permintaan yang biasanya berupa nasihat untuk dilaksanakan oleh keturunan Sombaon itu, dengan harapan bahwa mereka akan mendapatkan kembali kebaikan bagi keluarga keturunan Sombaon itu.

Sedikit agak beda dengan praktek ritual yang dilakukan oleh komunitas di luar Bangsa Batak yang meminta semacam wangsit dari leluhur yang tidak dikenalnya, namun masyarakat Bangsa Batak umumnya melakukan praktek ritual seperti ini hanya kepada garis leluhur yang dikenalnya yang disebut Sombaon. Dalam praktek kehidupan masyarakat Bangsa Batak ada melakukan pemujaan kepada Sombaon.

Sahala (Roh Kebajikan)

Agak sulit bagi sebagian orang untuk mengartikan Sahala walau dia merasakan bahwa ada Sahala tertentu yang hinggap pada diri seseorang, atau pada dirinya sendiri. Sahala adalah sesuatu yang bersifat supranatural (gaib) yang dimiliki oleh seseorang yang penilaiannya bersifat baik dan peruntukannya juga untuk kebaikan, baik untuk dirinya maupun untuk orang lain (Kebajikan).

Gagasan berpikir Bangsa Batak tentang Sahala adalah bentuk bentuk reinkarnasi dari suatu perilaku baik yang dilakukan oleh seseorang yang sudah menjadi leluhur yang dimuliakan dan diturunkan kepada generasi keturunannya baik secara alami hadir kembali atau melalui peniruan sikap dan perilaku yang dipraktekkan. Sebagaimana dipaparkan sebelumnya bahwa Bangsa Batak meyakini bahwa Tondi tetap hidup selamanya baik selama berada di dalam tubuh yang hidup maupun setelah kematian. Diyakini pula oleh Bangsa Batak bahwa Tondi adalah warisan dari Mulajadi Nabolon kepada manusia sejak dilahirkannya manusia pertama yang kemudian diwariskan kembali kepada keturunan manusia sampai sekarang ini.

Berdasarkan keyakinan tersebut bahwa Sahala merupakan Roh Kebajikan dari Leluhur yang hidup kembali kepada seseorang di keturunannya. Bentuk reinkarnasi ini tidaklah sama seperti pemahaman pada kepercayaan Hindu tetapi berupa bentuk reinkarnasi parsial yang menjadi bagian dari kehidupan keturunan seorang leluhur yang dimuliakan. Semua orang Batak menginginkan mendapatkan Sahala dalam dirinya, dan bahkan berkeinginan mendapatkan Sahala dari Tuhannya.

Bentuk-bentuk aura tubuh sepeti, berwibawa, bersahaja, talenta, keahlian-keahlian yang tidak awam bahkan illogic merupakan wujud adanya Sahala pada diri seseorang. Oleh karena itu Sahala menjadi bagian dari jiwa (Tondi, roh) seseorang yang hidup. Dalam praktek kehidupan masyarakat Bangsa Batak tidak melakukan pemujaan kepada Sahala.

Sumangot (Penampakan Roh)

Sumangot dapat diartikan sebagai penampakan dari roh yang mampu dilihat oleh seseorang. Secara harfiah kata Sumangot berarti semangat (spirit = roh aktif) yang muncul dalam bentuk kelebat atau penampakan utuh oleh seseorang.

Diyakini oleh masyarakat Bangsa Batak bahwa Sumangot adalah bentuk arwah dari garis keturunan yang sudah meninggal. Jadi Sumangot adalah bentuk arwah yang dikenal olehnya dan secara batin tidak ditakuti, tetapi dalam prakteknya boleh jadi menjadi penampakan yang menakutkan bagi dirinya, yang umumnya berkaitan dengan perbuatan selama hidupnya.

Sebagai contoh, seorang ayah yang selama hidupnya terhormat di masyarakat dan keluarga, dianya menjadi dikenang oleh orang lain dan menjadi panutan oleh orang banyak, dan juga oleh keturunannya. Apabila ada pada keturunannya melakukan hal-hal yang tidak baik dan dulunya menjadi sesuatu yang tidak disenangi oleh sang ayah yang sudah meninggal tersebut, maka ada kalanya seseorang yang melakukan ketidakbaikan itu akan melihat penampakan mendiang ayahnya itu, dan penampakan itu menjadi sesuatu peringatan baginya untuk tidak melakukan hal yang tidak baik itu di dalam hidupnya.

Penampakan roh (Sumangot) seseorang dapat juga menjadi penghibur apabila penampakan itu terjadi pada seseorang yang secang berputus asa dalam kehidupannya, sementara Sumangot yang terlihat olehnya adalah sosok orang yang pantang menyerah dalam hidupnya, maka penampakan itu menjadi pembangkit semangat hidupnya untuk merubah keputusasaannya.

Penampakan Sumangot kepada seseorang menjadi motivasi bagi dirinya untuk berubah menjadi lebih baik. Oleh karena itu bentuk roh ini tidak dianggap sebagai roh jahat yang dikenal, tetapi menjadi roh kebaikan yang datang dari leluhur garis keturunannya. Dalam praktek kehidupan masyarakat Bangsa Batak tidak melakukan pemujaan kepada Sumangot.

Begu (Hantu, Setan, Iblis)

Orang Batak sangat takut dengan Begu, atau Hantu, setan, Iblis. Walaupun masyarakat Bangsa Batak secara batin hidup dalam keyakinan spiritual yang dilingkupi oleh dunia roh, tetapi untuk roh-roh yang tidak dikenalnya, dianya akan merasa takut dan tidak akan mau mendekat kepada Begu.

Begu, banyak dikenal dalam berbagai bentuk penamaan dan diyakini ada dalam wujud roh dari orang mati yang tidak dikenalnya dan diasumsikan sebagai roh jahat, hantu, setan atau iblis. Biasanya Begu bersemayam di kawasan seperti hutan, sungai, jurang, batu besar, gunung, pohon besar yang dikenal angker.

Keyakinan masyarakat Bangsa Batak tentang Begu terjadi karena tiga hal yaitu Begu yang sudah ada secara alami sebagai penunggu kawasan angker, Begu yang gentayangan dari orang mati tak wajar, Begu yang sengaja dibentuk dan dipelihara oleh seseorang untuk tujuan tertentu dapat disuruhsuruh oleh pemiliknya.

Walaupun ditakuti, Begu yang terjadi secara alami dan Begu yang ada karena kematian tak wajar masih dapat difahami bagaimana gagasan pemikiran tentang Begu itu sebagai roh yang ditakuti. Tetapi tentang Begu yang sengaja dibentuk dan dipelihara dan dapat disuruh untuk tujuan tertentu (tujuan jahat) memang hampir tak dapat diterima akal sehat.

Pemahaman yang mendasar tentang roh yang menjadi Begu bukanlah menjadi anutan yang bertujuan untuk kebaikan (agama) sehingga konsep berpikirnya bukanlah untuk disembah dan tidak diberikan sesajen. Tetapi untuk Begu yang memang sengaja diciptakan, dalam prakteknya memang dilakukan pemberian sesajen atas konsekwensi imbalbalik bagi yang memeliharanya. Jadi untuk Begu jenis ini bukan lagi masuk dalam konteks anutan kepercayaan, atau sudah diluar ajaran agama leluhur.

Kelompok marga pada Bangsa Batak pada dasarnya adalah suku-suku Bangsa Batak yang memegang tatanan aturan kemasyarakatannya yang spesifik berbeda dengan kelompok marga lainnya walaupun satu dalam pemahaman Habatakon. Adanya perbedaan spesifik antara satu suku marga dengan suku marga lainnya membuat pemahaman tentang Begu berbedabeda pula. Ada kalanya kelompok dari satu suku marga menempatkan leluhurnya sebagai Sombaon, tetapi kelompok suku marga lainnya menganggap itu sebagai Begu. Demikian pula pengklasifikasian roh-roh lainnya boleh saja disebut Begu karena kelompok suku marga lainnya tidak mengenal roh tersebut.

Sebagai contoh bila satu kelompok marga menempatkan leluhurnya sebagai Sombaon maka kelompok suku marga lain menganggap penghuni Sombaon itu adalah Begu Solobean. Demikian pula dengan Sumangot oleh pihak lain dapat disebut menjadi Begu Silan. Jadi, walaupun masyarakat Bangsa Batak meyakini adanya Roh Baik dan Roh Jahat, tetapi secara kelompok yang berbeda boleh jadi Roh Baik dianggap sebagai Roh Jahat dan sebaliknya, tergantung kepada pengenalan seseorang terhadap roh yang dimaksud.

Beberapa penamaan Begu yang ditakuti oleh masyarakat Bangsa Batak:

  1. Begu Harangan, bentuk roh yang tersugesti dibenak orang yang melintasi kawasan angker.
  2. Begu jau, arwah gentayangan dari roh orang mati yang tidak dikenal asal muasalnya.
  3. Begu Nurnur, berupa roh orang mati yang dimakamkan dalam petimati yang tidak layak. Begu ini berwujud besar dan biasanya mengganggu wanita hamil yang bertujuan untuk menggugurkannya.
  4. Begu Antuk, roh yang mengakibatkan penyakit sampar dan kolera.
  5. Begu Siharhar, berupa roh orang yang mati tidak meninggalkan keturunan.
  6. Begu Laos, arwah gentayangan dari roh orang mati yang semasa hidupnya hanya sebagai pengemis.
  7. Begu Ganjang, roh peliharaan yang bentuknya bila terlihat akan semakin tinggi dan tinggi sehingga orang yang melihatnya merasa tercekik dan mati.
  8. Begu monggop,
  9. Begu harera,
  10. Begu sihabiaran bolon,
  11. Sibiangsa
  12. Pangulubalang
  13. Silan
  14. Solobean
  15. Sigumoang
  16. 16.          Polosit, penghisap darah balita, mungkin sama dengan Palasik di Minangkabau
  17. 17.          Dan banyak penamaan lainnya.

 Melihat banyaknya definisi dunia roh pada masyarakat Bangsa Batak, maka sebutan-sebutan yang mengatakan bahwa mereka sebagai SipeleBegu, Penyembah berhala, Penyembah roh leluhur menjadi lebih pamor dibanding dengan anutan kepercayaan kepada Pencipta Alam Raya Semesta, Mulajadi Nabolon. Tetapi kita juga melihat sebuah cerita dramatisasi yang diciptakan sedemikian rupa, bahkan hingga saat ini oleh para pemuka agama Samawi yang memateraikan bahwa kepercayaan purba Bangsa Batak kepada Mulajadi Nabolon adalah manifestasi dari Pemujaan Setan?

Pengkondisian yang demikian oleh kekuasaan faham yang demikian dominan, dengan sendirinya masyarakat Bangsa Batak menjadi dikerdilkan selamanya dan menjadi sungkan untuk menggali apa yang ada dibalik keluhuran budaya leluhur mereka.

Terkadang muncul pertanyaan besar tentang keabsahan suatu bentuk penyembahan kepada superioritas Langit sebagai manifestasi ucapan syukur dalam istilah pelean, sesembahan, persembahan, antara benda-benda seperti daun sirih, telur, jenis makanan menjadi tidak sah dan dianggap sebagai pemujaan kepada setan ketimbang bentuk uang yang menjadi sah sebagai pengucapan syukur kepada Tuhan?

Dari satu sisi penilaian dengan melepaskan segala atribut latar belakang dapat memposisikan bahwa masyarakat Bangsa Batak secara komunitas lebih dominan menggagas anutan kepercayaannya pada penyembahan kepada adanya satu kuasa Pencipta Alam Raya Semesta, dan tidak terlihat adanya anutan kepada bentuk penyembahan roh yang disebut Begu atau SipeleBegu, namun mereka sejak awal bersentuhan dengan dunia asing sampai sekarang ini tetaplah sebagai objek yang diisolasikan, dikungkung, dibuat tak berdaya dengan citra leluhur sebagai komunitas Penyembah Setan, SipeleBegu?

Satu hal lain bahwa Bangsa Batak Purba tidak memiliki oknum manusia sebagai figur yang dipujah sembah. Semua wujud puja sembah yang diyakini oleh mereka adalah sesuatu yang tak berwujud dengan citra Dewa-Dewi dan Pencipta Alam Raya Semesta sebagai manifestasi dari kekuatan dan kekuasaan Langit. Walau tidak persis sama tetapi ada kemiripannya dengan anutan agama Hindu.(mph) 

Artikel dalam format PDF: Kosmologi Batak Alam Roh dan Agama Kepercayaan

… bersambung…

35 Responses to “Kosmologi Batak: Alam Roh dan Agama Kepercayaan”

  1. Jimmy Simanjuntak Says:

    mantap lae
    tapi kalau boleh tau apakah ada referensinya ?
    terimah kasih

  2. Menarik apa yang dikemukakan Lae ini. Setidaknya mungkin semakin membuka wawasan terutama mengenai kosmologi habatahon kita. Sejajar enggak dengan kekristenan tentu saja tidak. Tapi ini perlu…perlu…. biar lebih memahami habatahon itu sendiri.

    • Iseng-iseng coba lae telusuri dulu sejarah kekristenan mula-mula atau sejarah gereja pertama, 50 hari setelah Yesus bangkit sampai sekarang. Semuanya terlihat sangat duniawi, tetapi hubungan pribadi sendiri dgn Tuhan, adalah sesuatu yang rohani. Menarik lae, kalau kita mengkajinya denga mata hati. Horas!

  3. horas amang.. salam kenal.. aku sangat terpanggil untuk menggali kembali ajaran leluhur bangsa batak.. aku ada di jakarta.. sekiranya jarak yg menghambat bisakah kita saling berkirim email .. terimakasih amang..

    • Horas amang! sangat sedikit referensi tentang habatakon. penelusuran dan penggalian pribadi akan menghantarkan kita ke habatakon yg sangat luhur. Kita akan terperangah dengan penilaian masa kini tentang orang-orang batak yg seharusnya menjalankan teladan habatakon. Menurut penilaian pribadi saya adalah seperti langit dan bumi sehingga sudah sangat jauh untuk kita beraup kembali nilai-nilai luhur habatakon itu. Amang Cipta! saya sebenarnya berdomisili di jakarta, dan anak-anak masih tinggal disana saat ini, tetapi saya sdg punya kesibukan di luar jkt dan hanya sesekali saat rindu mengunjungi situs ini. Mohon maaf, mungkin lain waktu yang pas akan fokus lagi mengenai habatakon ini, karena masih sangat banyak bahan penggalian mengenai habatakon ini yg belum di-posting. Mauliate

      • Horas, mauliate ma di Amang Hutauruk naung boi patorang secara luas disudena, tarlumobi mai taringot tu Ompu Mulajadi. Naeng ma godang iba marsiajar asa lamboi niantusan taringot tu haporseaon ni akka Ompung najolo di haporseaon tu Mula jadi nabolon. Alana kemungkinan dikeberadaan ni sude jolma di portibion kemungkinan nunga diwarishon akka i hape gabe boi pindah kepercayaan tu agama naro sian Eropa manang sian Timur Tengah. Anggiat tung boi berbagi akka informasi, email nami: Lasmian4000@gmail.com

  4. menundukan kepala memberi hormat kepada sang penulis Horas……!!!!! beruntung sekali ketemu blog ini, memperkaya wawasan saya akan sejarah dan budaya batak, lanjutkan terus bang….., kalau bisa di uji sama alkitab sebagai standar kebenaran apakah bertentangan atau tidak. biar tahu semua bahwa ajaran batak kuno itu seperti apa biar gak ada yang komentar sok2 rohani dan bilang ajaran batak itu sesat.

    • Terima kasih bro Salmon. Saya pribadi sudah menguji faham batak kuno ini. Sejauh yang saya fahami maka faham batak inilah yang saya yakini kebenaran yang hakiki. Tolong jangan saya paksakan menjawab apa agama saya, tetapi faham bangsa batak inilah yang paling saya junjung tinggi dan tertinggi. Mauliate

  5. Pantun Hangoluan Says:

    Seluruh suku bangsa di bumi pada konsep spritualnya memiliki konsep ketuhanan dengan cara yang berbeda. Akan tetapi pada akhirnya konsep2 tersebut akan hilang, seiring dengan peradaban dan adanya “kepercayaan” yang hakiki. Adat istiadat Batak memiliki tujuan dan pemaknaan yang luhur, akan tetapi tatanan masyarakat yang sudah mengadopsi Kekristenan sebagai Jalan Hidup tak perlu kita degradasi dengan kepercayaan leluhur kita.
    Saya tidak melihat adanya Kekristenan atau agama samawi seperti sebutan diatas mengurahi keluhuran adat istiadat Batak tetapi justru Kekristenan akan membuat kita mampu melihat dengan jelas nilai luhur yang terkandung di dalam adat istiadat itu sendiri.

    • Kekristenan atau agama samawi, atau agama apapun didunia ini, sepanjang mendukung kehidupan alam semesta beserta dengan segala isinya ini tentu tidak bisa dipungkiri adalah maik. Tetapi apabila ada faham agama yang menciptakan degradasi nilai-nilai pada setiap ciptaan; dimulai dari manusia dianggap sebagai ciptaan tertinggi, kemusian alam ini yang mendukung kehidupan manusia itu, maka faham agama itu layak dipertanyakan kebenaran hakiki yang ada padanya? Intinya; manusia adalah sosok utama yang memegang peranan, sebagai penggerak, sekaligus sebagai pemberangus kehidupan. Mauliate

  6. Mauliate amang’ nunga dilehon amang roha naburju nalao mamukai pikkiran ni bangsota Bangso Batak’ godang dapot parsiajaran sian guret guretni amang, sai Debata Ma na mangalehon upah di haburjuan dohot haringgasan ni Damang. Mauliate…, Horas jala Gabe.

    • Mauliate, tangianghon hamu ma iba na gale on, amang, inang, asa boi mangalului habonaron ni habatakon i na boi marguna tu bangso batak on, jala boi ta sebarhon habonaron i tu hita saluhut halah batak dohot sude na di portibion.

  7. donald h nainggolan Says:

    Horas,, tolong bantuan mengenai HASORANGAN,,,,, (adanya roh leluhur pada seseorang)

    • Dalam pemahaman kekristenan yang saya tau, hal itu tidak dipercayai ada, bahkan mereka memahaminya sebagai kerasukan setan, atau mereka pura-pura tak tau? Mungkin penjelasan2 yang ada dalam artikel2 di web ini sudah cukup memadai mengenai hal itu. Silahkan cari-cari Sdr. Donal H Nainggolan

  8. dody sihombing Says:

    Bgaimana dengan pemahaman Begu dalam religi bayak toba?

  9. gerry marpaung Says:

    Horas
    Nama ku gerry marpaung tinggal di jakarta. Mau nanya nih, ada tidak ya datu bolon atau orang pintar tapi yang alak kita di jakarta yang bisa membantu permasalahan. Maaf mungkin ini agak sensitif ya soalnya mungkin berlawanan dengan agama dll. Tapi kami sekeluarga mau minta bantuan doang. Jd kalau misalnya ito2 atau lae2 yang punya info, aku minta tolong banget ya. Tkss

    • Mohon maaf sdr Gerry Marpaung, kalau yang dimaksud sebagai paraktek perdukunan yang awam diketahui, maka saya tidak memahami sepenuhnya. Kalaupun ada hal-hal mengenai sebutan ‘Datu’ pada web ini, maka pengertiannya harus dipahami sebagai seseorang oknum, atau figur seseorang yang arif-bijaksana, berpengetahuan, dan menjadi panutan di masyarakatnya. Hanya itu info yang bisa aku berikan. Thanks

  10. pemikirulung Says:

    mitologi diatas pada subantinya jika dirangkum meninggalkan kebajikan moral apakah?

    • PemikirUlung! substansi yang ada pada tulisan ini bahwa setiap kelompok komunitas pada dasarnya sudah tercipta nilai-nilai luhur yang mampu mengatur tatanan kemasyarakatannya kearah yang lebih baik terutama bagi komunitas mereka. Apabila ada nilai-nilai lain yang masuh ke dalam komunitas itu, hanyalah sebagai memperkaya nilai-nilai yang sudah ada. Bila nilai-nilai yang masuk itu sudah menjadi dominan, maka akan ada degradasi segala aspek kehidupan masyarakat itu, bahkan memungkinkan untuk hilangnya sebuah peradaban.

  11. Ramot Pasaribu Says:

    Yang perlu kita tau batak punya agama sendiri, kemudian masuklah belanda dan para zending membawa agama import.. Dengan strategi belanda, politik agama lebih ampuh melumpuhkan tanah batak (didokon halaki ma sipelebegu, ingat perjanjian lama di alkitab tidak dirusak/ pun diubah, masih berlaku sampai saat ini). Perlu kita pelajari agama batak secara positif terlebih dahulu untuk memahami adat dan budaya batak itu sendiri.

  12. sahala simanjuntak Says:

    Dalam beberapa hari ini setelah kusimak tulisan lae “Dewi Deak Parujar” dan kuterakan komentar melalui FBnya lae, semakin saya berfikir “kenapa” kita terima begitu saja apa yang dikatakan para ahli tentang Batak/Toba. Mudah2an sebagai generasi penerus Batak kita dapat menyatukan pikiran atas alam roh suku bangsa Batak, yang selalu dideskreditkan malah divonnis…..penyembah berhala(waktu itu). Umpan dari saya, bahwa istilah BEGU baru muncul abad XIX sekitar para ahli dan misionaris datang ke Tano Batak dan mendefenisikan begu itu sebagai roh orang yang sudah meninggal. Menurut saya tidaklah demikian adanya. Begu di alam roh Batak(?) adalah ‘sesuatu sebab akibat’, terutama akibat orang meninggal tanpa diketahui penyebabnya atau halhal yang menyangkut kesengsaraan, bersifat NEGATIP. Seperti penyebutan penyakit, Begu Nurnur, Begu Antuk, dll. Sebaliknya sebutan naBEGU diartikan yang menyangkut keperkasaan seseorang, bersifat POSITIP. Sementara kesimpulan saya bahwa BEGU adalah suatu “kekuatan” yang secara langsung dapat mempengaruhi “JIWA” seseorang, dimana ion negatip bertemu di satu kutup dengan ion positip. “Kekuatan” yang telah terikat dengan sifat BAQA semenjak didalam kandungan kita sebut SAHALA/MARWAH/KHARISMA. Jika “Kekuatan” tersebut datang dari luar dan terakumulasi dengan jiwa maka disebut Sumangot. Lebih jauh SAHALA adalah kekuatan yang di menejeri oleh ‘Spiritualitas’, sedangkan SUMANGOT di menejeri oleh Knowledge/Ilmu pengetahuan. Sebagai info tambahan. untuk Batak Toba lambang ilmu pengetahuannya adalah Singasinga. Saya harapkan diskusi kita ini akan terus berlanjut………sampai tiba saatnya kita memberi tahu kepada dunia bahwa HABATAHON adalah Knowledge. Pir tondi madingin Horas tondi matogu, sai Tuhanta ma na manghorasi hita saluhutna. Mauliate.

    • Mohon dimaafkan saya Lae Sahala Simanjuntak, karena belakangan ini memang agak jarang membuka-buka blog atau jejaring sosial. Sebenarnya masih sangat banyak bentuk-bentuk tulisan yang sudah siap untuk dimuat di blog termasuk tentang HABATAKON. Biarlah dulu tiba waktu terbaik bagi saya untuk memilah-milahnya.

      Saya tertarik juga tentang ‘Singasinga’, dan mungkin perlu disebarkan ke khalayak bahwa kata Singasinga atau Si Singa (mangaraja) bukanlah sesederhana arti kata dari simbolisasi ‘singa’ (jenis binatang). Untuk sementara, dari penelusuran saya bahwa adanya kata Singasinga dan Si Singa- mengartikan suatu ‘Kebijaksanaan; bijaksana – dari seseorang. misalnya seorang raja atau seorang pemilik rumah yang ada singasinga-nya. Saya lebih condong mengambil arti asal katanya adalah dari kata ‘sanga’ (Sanskerta). Kita boleh mengambil contoh yang masih dipakai sekarang ini misalnya ‘Sang Merah Putih’, ‘Sang Saka’, dls.

      Anyway thanks for the sharing! Horas.

  13. sahala simanjuntak Says:

    emailku sasjuntak@gmail.com…..HP 081376712899..alamat jl.sm simanjuntak no42 kec.tampahan-tobasa 22312……..lae???????????

  14. sahala simanjuntak Says:

    Semakin kita masuk lebih dalam memahami budaya batak bahwa kebenaran yang hakiki ternyata ada disana, dimana Iba na di son dohot iba na disan /ibana samar terwujud. Mauliate spiritnya……..

  15. Rison C. Pandiangan Says:

    Mauliate.
    kebetulan saya lagi meneliti tongkat Tunggal Panaluan yang berhubungan langsung dengan kosmologi Batak, mohon informasi lebih lanjut.

    • Mauliate Bung Rison C. Pandiangan.
      Menurut pemahaman saya bahwa Tunggal Panaluan BUKAN masuk dalam Kosmologi Batak, melainkan hanya sebagai salah satu media (kegunaan sebuah barang/ alat) sebagai tempat bersemayamnya roh-roh yang tergambar pada ukiran di tongkat itu. Contoh yang serupa dengan ini misalnya Piso Gajah Dompak, atau Guri-guri

  16. takutttttttttttttt….. sebagai borunya batak yang kuat agamanya juga adatnya aku jadi bingunggggggggggg…. kasih pencerahan dunk apa yang terbaik ??? aq percaya pada Tuhan dan pada Adat neh… sebab ini kebiasaan hidup dan lingkungan….aq mengerti agama dan adat… tapi Alkitablah buku yang benar……….bukan…??? sebab diBibel juga banyak dikisahkan tentang sipele begu….

    • Horas Ito Erni.
      Keteguhan pada iman kepercayaannya adalah sesuatu kemuliaan bagi seseorang yang mengimaninya. Tetapi apabila keimanan itu menjadi alat untuk menistakan faham kebaikan universal suatu komunitas (yang juga sebagai manusia ciptaan Tuhan) maka akan banyak pertanyaan akan keabsahannya?

  17. bagus…bagus…mantap lae…mirip sekali dengan tantra hindu bali jawa….baru kali ini saya ketemu blog yang filosofi bataknya mendalam.

    • Terima kasih bung Ibod. Dengan penggalian makna Habatakon yang terus-menerus, mudah-mudahan dapat mengusik generasi penerus (khususnya Batak) untuk lebih mengenali dirinya sendiri sebagai Batak Origin.

  18. Benar ada sobbaon yg disebut Roh dewa kubur.

Leave a reply to cipta Cancel reply