Cerita Dahulu (Bagian-2)

Polemeik Perkawinan dan Lahirnya Pasangan Manusia Pertama di Bumi

Oleh karena demikianlah hukum yang memang harus berlaku dan tak boleh dilanggar, maka Debata Bataraguru meminta putri keduanya Siboru Deakparujar untuk mau menggantikan kakaknya agar ditunangankan kepada Siraja Odapodap. Sama halnya seperti putri Siboru Sorbajati yang tak mampu menolak permintaan ayahnya untuk menggantikan pertunanganan kakaknya itu, namun putri Siboru Deakparujar memang agak lebih licik dibanding kakaknya Siboru Sorbajati lalu mengiakan permintaan itu dan memohon seraya meminta persyaratan kepada Mulajadi Nabolon untuk memberikan segumpal kapas yang akan ditenunnya untuk membuat ulos (sejenis selendang yang digunakan dalam acara ritual) barulah dia akan menerima perjodohannya. 

Maka melalui malaikat Leangleangmandi, Mulajadi memberikan kepada Siboru Deakparujar segumpal kapas dan dia mulai memintal kapas itu menjadi benang untuk selanjutnya akan dibuatnya menjadi Ulos. Dia bekerja siang dan malam melakukan pemintalan benang namun benang tersebut tidak juga bertambah banyaknya. Siboru Deakparujar memang sengaja berbuat demikian karena pada siang harinya tungkul benang yang sudah menggulung banyak benang, malamnya malah ditanggalinya lagi sehingga pada pagi berikutnya tungkul tersebut masih tetap seperti semula juga. 

Kelicikan ini diketahui oleh Mulajadi Nabolon hanyalah untuk mengulurulur waktu saja agar dia tidak jadi ditunangankan kepada Siraja Odapodap. Kemudian Mulajadi Nabolon bersama Leangleangmandi datang menjumpai Siboru Deakparujar untuk menanyakan ulos yang dia tenun, Sewaktu bertemu Mulajadi Nabolon, Siboru Deakparujar gemetaran sehingga benang pintalannya terjatuh ke halaman dan bergulingguling tebenam kedalam lobang yang sangat dalam sehingga diapun tidak dapat menariknya kembali. Kemudian Siboru Deakparujar memohon kepada Mulajadi Nabolon agar dikabulkan dan dia diijinkan melanjutkan pemintalannya tanpa mengulanginya kembali dari awal. 

Mulajadi Nabolon bertitah dan mengatakan: “Ambillah tongkat ‘Tudutudu Tualang’, lalu ikatkan ujung pintalan benangmu dan tancapkan tongkatnya ke tanah, lalu tarik benangnya hatihati.” Maka titah itupun dilakukan Siboru Deakparujar. Dia menggulung benang pintalan tersebut ke tongkat ‘Tudutudu Tualang’, namun semakin digulung tungkul tersebut semakin terjatuh lebih dalam yang akhirnya menarik Siboru Deakparujar melorot terjatuh dan tergantung diangkasa di atas lautan, itulah Banua Tonga. Saat tergantung pada utas benang pintalan di atas lautan, dia tersadar dan menangis tersedusedu sambil memanggil Leangleangmandi untuk menyampaikan permohonan maafnya kepada Mulajadi Nabolon agar mau memberi segumpal tanah untuk tempatnya berpijak. 

Permohonan tersebut dipenuhi oleh Mulajadi Nabolon dan tanah tersebut diserahkan oleh Leangleangmandi kepadanya. Maka disanalah Siboru Deakparujar menjejakkan kakinya dan melaksanakan kegiatannya di tanah yang sudah disediakan baginya di Banua Tonga. Sementara Mulajadi Nabolon mengirim Raja Padoha pergi ke lautan menjumpai Boru Sorbajati untuk menjadi pasangan dan menguasai Banua Toru dan kemudian disebut bernama Naga Padoha. 

Setelah sekian lama mengerjakan tenunan itu, Siboru Deakparujar bertemu dengan Naga Padoha yang menyapanya: “Hai Siboru Deakparujar!, mengapa engkau ada disini? Leangleangmandi sudah berulang kali mundar mandir untuk menjemputmu dari Banua Tonga ini”, kata Si Naga Padoha bertanya. Siboru Deakparujar semakin geram mendengar bahwa Leangleangmandi mau menjemputnya ke Banua Ginjang. Sambil menggerutu dia mengatakan tak akan mau dipaksa dijodohkan dengan Raja Odapodap. “Pekerjaan inilah yang paling perlu bagiku” katanya sambil terus memintal benang menjadi ulos, yang kemudian digelarnya menjadi semakin lebar dan semakin lebar sehingga menjadi tanah untuk dia bisa leluasa berpijak di Banua Tonga. Namun tanah yang ditempanya dari ulos terebut sering runtuh akibat Naga Padoha sering menggoyang badannya, karena naga padoha memang diberi kuasa dari Banua Toru untuk memperingatkan manusia apabila tidak mengindahkan hukum-hukum yang sudah dititahkan. 

Siboru Deakparujar merasa kesal dan mencurigai bahwa ada yang diberi kuasa di Banua Toru untuk mengganggu pekerjaannya, lalu dia berniat untuk menghentikan rontoknya tanah yang ditempanya itu dan dia datang memohon kepada Leangleangmandi untuk memintakan demban (daun Sirih) dari eda-nya (eda = saudara sepupu perempuan) bernama Nan Bauraja dan Narudang Ulubegu, masing masing satu lembar, lalu dia mengunyahnya. Maka Siboru Deakparujar menjadi Cantik setelah memakan sirih tersebut, bibirnya terlihat memerah, nafasnya menjadi wangi. Ampas sirih yang dimakannya dibuatnya mewarnai ulos yang ditenunnya, disebutlah ulos itu bernama ‘Ulos Bintang Maratur’. Air liur sirih dimulutnya disemburkannya ke pundak Naga Padoha yang menguasai Banua Toru sehingga Naga Padoha menoleh kepadanya dan melihat Siboru Deakparujar memang menjadi cantik dengan bibir yang merah dan gigi putih berkilau bagai intan, dan beraroma semerbak mewangi disekelilingnya. 

Lalu Naga Padoha bertanya: “Apa yang kau perbuat pada dirimu sehingga engkau menjadi cantik dan harum mewangi?” Siboru Deakparujar berkata: “Itulah sebagai tanda bahwa aku seorang putri raja yang bersopan santun dan selalu wangi dan cantik”. Maka Naga Padoha juga meminta agar dia bisa memiliki apa yang dilakukan oleh Siboru Deakparujar agar dia sebagai penghuni Banua Toru yang terkenal buruk rupa dapat pula menjadi cantik. Siboru Deakparujar bersedia memberikan permintaan Naga Padoha dengan suatu syarat bahwa Naga Padoha harus rela diikat dan dipasung, maka dia berkata: “Jika engkau memang menginginkan itu, satu syarat harus dipenuhi yaitu apa yang aku katakan harus engkau penuhi. Syarat itu adalah bahwa engkau harus kupasung lebih dahulu, agar dapat kuberikan padamu. Jika engkau mengharapkan yang lebih baik untuk diberikan, engkau harus dipasung mulai dari kaki, pinggang sampai dengan tanganmu.” 

Maka pemasungan itu dilakukan Siboru Deakparujar sehingga tanah yang ditempa Siboru Deakparujar tidak lagi runtuh lagi. Pada saat Siboru Deakparujar menggelar ulos yang ditempa menjadi tanah berpijaknya maka bentuk tanah tersebut sesuai dengan bentuk ulos yang digelar merata bergelombang dan masih kosong tanpa ditumbuhi oleh tumbuh-tumbuhan. Sementara Siboru Sorbajati yang tadinya terjun ke lautan berkeinginan menjumpai adiknya di daratan yang ditempanya, namun sesampainya di darat dia beruabh menjadi sebuah pohon yang disebut pohon Bagot sejenis pohon Aren. 

Siboru Deakparujar kemudian memanggil Leangleangmandi untuk memohon kepada Mulajadi Nabolon untuk diberikan tumbuh-tumbuhan karena tanah yang ditempa tersebut begitu tandus, sangat panas pada siang hari dan sangat dingin pada malam hari. Maka Leangleangmandi menjumpai Mulajadi Nabolon dan dia memberi sebuah karung untuk diberikan kepada Boru Deakparujar. Setelah karung tersebut diserahkan oleh Leangleangmandi dan dibuka oleh Siboru Deakparujar ternyata segala jenis benih tanaman. Setelah disemaikannya maka bertumbuhlah segala jenis tumbuh-tumbuhan di tanah yang sudah ditempa oleh Siboru Deakparujar. 

Siboru Deakparujar bersenang hati berjalan-jalan dihamparan tanah sambil memandang di sekitarnya melihatlihat keindahan segala sesuatu yang tumbuh ditanah yang sudah ditempanya dengan kerja keras. Tanpa sepengetahuannya, Mulajadi Nabolon mengutus Leangleangmandi membawa Siraja Odapodap turun ke Banua Tonga agar berjumpa dengan Siboru Deakparujar sesuai hukumnya bahwa dia memang harus dipasangkan dengan Odapodap. 

Di suatu hari Siboru Deakparujar melihat bekas tapak kaki yang tidak begitu serupa dengan tapak kakinya. Lalu dia merenung dan berpikir dalam hatinya: “Siapa gerangan yang melewati tempat ini tanpa sepengetahuanku”. Karena tiada seorangpun tempat bertanya maka dia hanya diam saja melihat bekas telapak kaki tersebut. Siboru Deakparujar berharap agar suatu saat dapat melihat siapa yang meninggalkan bekas jejak telapak kaki tersebut. Namun tanpa disangka dia bertemu dengan Siraja Odapodap. Sesaat Siraja Odapodap menyapa tunangannya tersebut: “Rupanya engkau berada disini? Engkau telah lama ditakdirkan menjadi jodohku” katanya merayu, lalu Siboru Deakparujar menyahut: ”Oh no…no… tidak my friend! jika ada yang cocok, bukan kau orangnya, kawan!”. “Enam tahun menantimu sebenarnya sudah cukup lama bagiku dan membosankan, bahkan kini sudah tahun ketujuh maka masanya untuk kita bersanding” ujar Siraja Odapodap. 

Siboru Deakparujar merasa terhina dengan ucapan Siraja Odapodap, karena dia merasa lebih cantik dan anggun dan tidak cocok dipasangkan dengan Odapodap yang buruk rupa mirip komodo. Lalu dia bermohon kepada Leangleangmandi: “Bawalah aku ke Banua Ginjang, karena aku telah rindu kepada ayahku Debata Bataraguru” katanya memohon sambil memakai kelicikannya agar dapat menghindar dari takdir berpasangan dengan Odapodap. Leangleangmandi lalu menjawab: “aku tidak akan boleh membawamu ke Banua Ginjang sebelum bertanya dahulu kepada Mulajadi Nabolon.” Namun permohonan tersebut tetap disampaikannya, kemudian Mulajadi Nabolon berseru kepada Leangleangmandi: “Seandainyapun Aku memanggilnya untuk kembali ke Banua Ginjang, sementara hatinya tetap saja ingin tinggal di Banua Tonga, maka biarlah dia tetap di Banua Tongah. Apabila engkau membawanya, engkau akan kena hukuman dariKu” kata Mulajadi. 

Leangleangmandi menyampaikan pesan tersebut kepada Siboru Deakparujar dan diapun termenung sambil berpikir: “Rupanya hal ini sudah menjadi nasib dan takdir bagiku”. Siraja Odapodap kemudian berkata: “Jangan engkau bersedih sayangku! bahwa apa yang telah di takdirkan saatnya pasti akan datang, karena apabila sudah jodoh tidak akan dapat dielakkan”, katanya menggoda. Kemudian Siboru Deakparujar menangis dan bermohon kepada Leangleangmandi agar menyampaikan pesan kepada Mulajadi Nabolon supaya merestui saja perkawinannya dengan Siraja Odapodap, karena takdir memang tak dapat dielakkan lagi. Lalu Mulajadi Nabolon bersabda: “Biarkanlah dia memberkati dirinya sendiri, bukan karena perintahku maka dia mau, tetapi karena tidak ada jalan lain lagi maka dia berkata demikian. Tetapi walaupun begitu bukan berarti mereka tidak akan berkembang dengan baik dan sejahtera, akan tetapi dia akan tetap kena hukuman akibat perbuatannya selama ini”. Siboru Deakparujar kemudian bermohon kepada Leangleangmandi: “Jika harus dihukum juga, aku tetap tidak mau kawin dengan Siraja Odapodap, akan tetapi apabila Mulajadi Nabolon memberitahukan apa bentuk hukuman tersebut, maka aku akan mengambil sikap dan keputusan untuk mengiyakan” katanya dengan sikap tegas. Kemudian Leang-leangmandi menyampaikan permohonan tersebut kepada Mulajadi Nabolon, maka Mulajadi Nabolon bersabda: “Engkau akan bersusah payah, dan engkau akan berkeringat untuk mencari makanmu di tanah yang kau bentuk”

Setelah mereka sudah menjadi suami istri di Banua Tonga dan Siboru Deakparujar pun hamil. Dia berbahagia bahwa akan ada yang bewarisi tanah yang sudah dia bentuk dengan bersusah payah. Dia berharap agar Mulajadi Nabolon tidak menjatuhkan kutuk karena pembangkangannya walaupun akhirnya dia mematuhi perintah menjadikan Odapodap sebagai suaminya. Melalui Leangleangmandi dia memohon kepada Mulajadi Nabolon meminta penawar-bala yaiu ‘tawar perselisihan’ dan ‘berkat tuah agung’ serta ‘tawar mulajadi’. Leangleangmandi kemudian memberikan kepada Siboru Deakparujar dan diselipkan pada kain dan sanggulnya. Kemudian Mulajadi Nabolon berkata kepada Leangleangmandi: “Katakanlah kepada Siboru Deakparujar, apabila kandungannya sudah lahir, obat penawar itu akan menjadi sanggul-sanggul(warisan) untuk tanah yang ditempanya”

Mengetahui hal tersebut Siboru Deakparujar terpana karena merasa malu karena dia tahu mungkin akan ada masalah dengan kehamilannya sebagai warisan kutuk yang memang harus terjadi padanya. Berselang beberapa hari, Siboru Deakparujar melahirkan kandungannya, namun bentuknya seperti gumpalan bulatan, tidak berkaki, tidak bertangan dan tidak berkepala disebut gumul (bulat) mirip kumbang disebut ‘Jugul Meang’. Mulajadi Nabolon menitahkan kepada Boru Deakparujar agar yang lahir nanti harus dikubur karena itulah akan menyempurnah kan bumi. Rambutnya menjadi tanah liat, Tulang-tulangnya menjadi batu-batuan, dan darahnya akan merekatkan bumi. 

Selang waktu berikutnya Siboru Deakparujar hamil kembali, kemudian lahirlah anak kembar satu laki-laki dan satu perempuan. Nama anak laki-laki Siraja Ihat Manisia dan menjadi permulaan manusia laki-laki. Nama anak perempuan Siboru Itham Manisia itulah asal-usul ibu manusia sebagai pasangan manusia pertama di bumi yang dilahirkan langsung oleh pasangan dewa dan dewi Raja Odapodap dan Siboru Deakparujar. Setelah anak ke-dua anak kembar itu bertumbuh menjadi besar, Siboru Deakparujar berniat dan memesankan kepada Leangleangmandi, agar keluarganya dari Banua Ginjang datang untuk bergembira serta merestui anaknya yang dua itu dan menanyakan bagaimana nasib selanjutnya ke dua anak itu dikemudian hari, karena ke dua anak itu adalah lahir dari pasangan dewa dan dewi dari Banua Ginjang dan akan tinggal di Banua Tonga. Ke dua anak itu disebutlah setengah dewa-dewi dan setengah manusia.

PERHATIAN:  Isi artikel ini adalah bagian dari buku novel Perjalanan Spiritual Ke Tanah Batak adalah Copy Right dan apabila menyadur atau memetik isi novel ini agar meminta izin melalui situs ini, dan harus mencantumkan judul bukunya dan sumbernya dari BATAK ONE https://batakone.wordpress.com.

Sebelumnya <<<>>> Selanjutnya

Leave a comment